Pemikiran Kritisisme Immanuel Kant
Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh
Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan
terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Perkembangan ilmu
Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme,
teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang
berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan
disini kekuatan kritis filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari
kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah dogma.
Filsafat ini memulai pelajarannya
dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan
manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat
modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari
kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika
dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar
yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabannya Metafisika)
2.
Apakah yang boleh kita lakukan? (Jawabannya Etika)
3.
Sampai di manakah pengharapan kita? (Jawabannya Epistemologi)
4.
Apakah manusia itu? (Jawabannya Antropologi)
A. Apa itu “Metafisika”
?
Metafisika adalah studi keberadaan atau
realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah
sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam
semesta? Cabang utama metafisika adalah ontology, studi mengenai kategorisasi benda-benda di
alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Tokoh filsuf empirisme David Hume
menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang
mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume
hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas
Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya menurut Kant (1997).
Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan
keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya.
Pemikiran Hume dan Kant meminjam istilah
posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin mempertanyakan kembali wacana
wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan metafisis tentang Tuhan, esensi,
substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena bersifat apriori.
Berbeda dengan Hume yang menolak metafisika,
Kant mempertanyakan metafisika untuk merekonstruksi metafisika yang sudah ada.
Ia membuang metafisika tradisional yang diwariskan Aristoteles (filsuf
Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden
yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan
dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.
Metafisika tradisional menganggap Tuhan
sebagai causa prima (penyebab
pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah
obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand),
melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang
rasio (vernunft). Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa
diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant
sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis.
Langkah awal Kant dalam merekonstruksi
metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan yakni sintetik dan analitik
seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik
Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada
dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek
menurut Adian (2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat
terkandung dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat
berkeluasan sudah terkandung dalam semua tubuh menurut Adian (2000).
Menurut
Kant, dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori seperti yang ada di
dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta empiris.
Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a transcendental
illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai
epistemologis.
B. Apa itu “Etika”
?
Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap
kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika
merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut
pandang normatif.
Pemikiran berhubungan dengan moralitas
sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa, Spinoza), hukum kodrat (Thomas
Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman nikmat
atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus,
Thomas Aquinas).
Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran
moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek inderawi,
namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-satunya
cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri.
Karya Kant tentang filsafat moral antara lain
The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785), Critique of Practical
Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku pertama meletakkan
etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan norma dan keutamaan moral.
Kant mengembangkan prinsip etika dari paham
akal budi praktis. Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi,
tetapi baik secara mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali
adalah kehendak baik. Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak
tergantung pada sesuatu di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena
menguntungkan, tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi
kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant
sebagai moralitas.
Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada
hasil. Karena perbuatan baik tidak membuktikan kehendak baik. Tetapi pada
kehendak pelaku apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu
kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah
masalah akal, bukan perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut
Imperatif Kategoris yang diciptakan dengan penekanan kepada otonomi individu
dalam mengambil keputusan moral. Imperatif kategoris merupakan suatu panduan
untuk menguji apakah suatu tindakan dapat disebut bermoral atau tidak.
C. Apa itu “Epistemologi”
?
Epistemologi atau teori pengetahuan
berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki oleh setiap manusia yang diperoleh melalui akal dan panca indera
dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
Kant menganggap kondisi tertentu dalam
pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai
fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap
pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke
subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan
mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.
Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia
muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni fakultas penerimaan kesan-kesan
inderawi (sensibility) dan fakultas pemahaman (understanding) yang membuat
keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui
fakultas pertama.
Kedua fakultas saling membutuhkan dalam
rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas penerimaan bertugas menerima
kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a apriori intuisi ruang
dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas memasak yaitu menyatukan dan
mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh
fakultas penerima selanjutnya diputuskan.
Dalam bekerja, fakultas pemahaman memiliki
sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi syarat apriori.
Kedua belas kategori ini adalah kuantitas (universal,
particular, singular), kualitas (affirmative,
negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical,
disjunctive) dan modalitas (problematical,
assertorical, apotidical).
Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep
manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep
hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide
dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi
manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena
itu akal budi dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar
menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai
postulat bagi kehidupan moralitas (Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant
dikaitkan dengan dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.
D. Apa itu “Antropologi”
?
Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa
lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan
ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani
άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "Manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam
pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis
antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia.
Antropologi
bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo
sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan
komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi
dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat
manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian
lintas-budaya dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara
kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial,
bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
Dengan
orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang
saling berkaitan, yaitu: antropologi biologi, antropologi sosial budaya,
arkeologi, dan linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian
konsentrasi tersendiri dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan
topik yang unik dan metode penelitian yang berbeda.
Sumber
Hawasi. Immanuel Kant: Langit Berbintang di Atasku
Hukum Moral di Batinku. Jakarta, Poliyama Widyapustaka, 2003.
Hawasi. David Hume:Kita Mempunyai Perasaan Moral.
Jakarta, Poliyana Widyapustaka, 2003.
https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi
Paul
Strathern. 90 Menit Bersama Kant.
Jakarta, Erlangga, 2001.
Thank you Lia, postinganmu sangat membantu....
BalasHapusenggak nyambung
BalasHapusBagus
BalasHapus