Senin, 21 November 2016

Aspek Politik Pada Masa Kesultanan Banten



Selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan raja Panembahan Yusuf. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang.
Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda. Belanda pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta.
Selain mendirikan benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC.
Dalam rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji.
Dengan kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar