Rabu, 23 November 2016

Filsafat Pendidikan Perennialisme




Perennialisme berarti “abadi” seperti bunga perennial yang muncul dari tahun ke tahun. Dengan anggapan bahwa gagasan yang telah bertahan selama berabad-abad masih relevan seperti gagasan itu pertama kali di konsepsikan dan gagasan ini seharusnya menjadi fokus pendidikan. Akar-akar dari perennialisme tertanam dalam filsafat Plato dan Aristoteles, berikut dalam filsafat St. Thomas Aquinas (Itali ; Abad ke-13). Secara umum kaum perennialisme di bagi menjadi dua kelompok : mereke yang mendukung pendeekatan keagamaan kepada pendidikan di pelopori oleh Aquinas, dan para pengikut pendekatan sekuler (Amerika ; Abad ke-20) oleh Robert Hutchins dan Mortimer Adler. Aliran perennialisme berupaya untuk membangun kemampuan bernalar dan memendang pelatihan sebagai perkembangan daya-daya rasional.

·         Kesamaan-kesamaan dengan Esensialisme
Hutchins dan Adler memandang perennialisme diperlukan untuk esensialisme sehingga menurut mereka banyak kesamaan. Keduanya memiliki tujuan membangun. Pertama, kekuatan-kekuatan  intelektual semua siswa. Kedua, kualitas-kualitas moral. Selain itu, keduanya mendukung ruang kelas yang berpusat pada guru. Untuk mencapai tujuan tersebut guru tidak membiarkan minat atau pengalaman para siswanya di pendam saja melainkan menerapkan teknik-teknik kreatif dan metode-metode yang benar yang di yakini kondusif untuk kedisiplinan pikiran-pikiran para siswa. Pada tahun 1982 kurikulum dalam program paideia dipublikasikan. Mortimer Alder merekomendasikan kurikulum tunggal untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah dalam kasus kekurangan pendidikan. Mereka berpendapat bahwa kita berfikir yang seharusnya lebih mementingkan yang susah/sulit dari pada yang mudah, agar kita terbiasa menggunakan keterampilan bernalar dalam menyelesaikannya

·         Perbedaan-perbedaan esensialisme
Esensialisme berakar pada suatu waktu/tempat tertentu berbanding terbalik dengan perennialisme. Esensialisme sangat mencolok pada nilai eksperimentasi ilmiah/sainsuntuk memperoleh pengetahuan, tidak demikian halnya dengan perennialisme. Esensialisme menyatakan bahwa dunia nyata adalah dunia yang kita alami, sedangkan perennialisme lebih terbuka pada gagasan bahwa bentuk spiritual universal (seperti yang dikemukakan oleh Plato). Dalam kurikulum perennialisme berupaya membantu siswa memahami gagasan-gagasan dari wawasan untuk memahami kondisi manusiawi. Perennialisme menekankan dalam mengajarkan siswa agar menggunakan konsep-konsep dan menjelaskannya untuk dapat lebih bemakna bagi siswa. Kaun perrennialisme lebih peduli dan berminat mengajar kepada siswa tentang konsep missal konsep teknologi komputer, dari pada kaum esensialisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar