Sabtu, 24 Desember 2016

Penerapan Filsafat Positivisme



Kata Positivisme merupakan turunan dari kata positive. John M. Echols mengartikan positive dengan beberapa kata yaitu positif (lawan dari negatif), tegas, pasti, meyankinkan. Dalam filsafat, positivisme berarti suatu aliran filsafat yang berpangkal pada sesuatu yang pasti, faktual, nyata, dari apa yang diketahui dan berdasarkan data empiris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, positivisme berarti  aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengalaman dan  ilmu yang pasti. Sesuatu yang maya dan tidak jelas dikesampingkan, sehingga aliran ini menolak sesuatu seperti metafisik dan ilmu gaib dan tidak mengenal adanya spekulasi. Aliran ini berpandangan bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari fakta-fakta, atau apa yang nampak, manusia tidak pernah mengetahui sesuatu dibalik fakta-fakta
.
Ajaran positivisme muncul pada abad 19 dan termasuk jenis filsafat abad modern. Kelahirannya hampir bersamaan dengan empirisme. Kesamaan diantara keduanya antara lain bahwa keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya, positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif, sedangkan empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif. Tokoh terpenting dari aliran positivisme adalah August Comte (1798-1857), John Stuart Mill (1806-1873), dan Herbert Spencer (1820-1903).

Dalam perkembangannya aliran ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala, sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala. Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

Filsafat positivisme terhadap pendidikan Indonesia

Bila dikaitkan dengan pendidikan maka salah satu tujuan pendidikan bangsa Indonesia yaitu membentuk manusia seutuhnya, dan yang dimaksud dengan manusia yang utuh adalah tidak hanya cerdas dari segi kognitif saja melainkan juga cerdas secara emosi dan cerdas spiritual. Manusia yang diharapkan dalam system pendidikan Indonesia ialah yang mampu berolah pikir, berolah raga, dan berolah rasa.

Filsafat Positivisme mengarahkan agar pendidikan ini mengarah kepada hal yang baik, baik dari segi intlektual dan memiliki daya analisis dari sesuatu, contoh ketika dalam sebuah materi pelajaran menjelaskan terjadinya hujan maka akan menuntut siswa untuk berpikir kenapa hujan itu terjadi pasti ada sebab atau bukti kenapa hujan itu terjadi, sehingga dari hal ini akan mewujudkan generasi kreatif yang dapat berkontribusi dalam pembangunan bangsa agar menjadi lebih baik dan berdaya saing.

KESIMPULAN


Filsafat positivisme merupakan filsafat dimana menekankan hal-hal yang berfokus kepada data yang empiris, sehingga apabila menyatakan sesuatu atau ilmu pelajaran harus disesuaikan dengan fakta yang sebenar-benarnya terjadi. Dalam kaitannya filsafat positivisme pada pendidikan di Indonesia mengarahkan kepada hal yang baik, baik dari segi intlektual dan memiliki daya analisis dari sesuatu, contoh ketika dalam sebuah materi pelajaran menjelaskan terjadinya hujan maka akan menuntut siswa untuk berpikir kenapa hujan itu terjadi pasti ada sebab atau bukti kenapa hujan itu terjadi, sehingga dari hal ini akan mewujudkan generasi kreatif yang dapat berkontribusi dalam pembangunan bangsa agar menjadi lebih baik dan berdaya saing.
 

 SUMBER


Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008. Filsafat Umum. Pustaka Setia, Bandung

Suparlan Suharsono. 2009. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar