Plato membedakan filsafat atas tiga bagian sebagai
berikut:
1.
Dialektika:
Tentang idea-idea atau pengertian-pengertian umum
2.
Fisika: tentang
dunia materiil
3.
Etika: tentang
kebaikan.
1)
Ajaran Tentang
Idea-idea
Ajaran tentang idea-idea merupakan inti
dan dasar seluruh filsafat Plato. Baginya, Idea merupakan sesuatu yang
objektif. Ada idea-idea terlepas dari subjek-subjek yang berfikir. Idea-idea
tidak diciptakan oleh pemikiran kita. Idea tidak bergantung pada pemikiran,
sebaliknya pemikiran tergantung pada idea-idea.Justru karena ada idea-idea yang
berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada
menaruh perhatian kepadaidea-idea itu.
Plato meneruskan usaha Socrates
(menentukan hakekat atau esensi sesuatu) dengan melangkah lebih jauh lagi.
Menurutnya, esensi itu mempunyai realitas, terlepas dari segala perbuatan
konkrit. Idea keadilan, Idea keberanian, dan idea lain memang ada.
Menurut Plato, ada dua macam dunia,
yaitu dunia ini yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada
pancaindera. Pada taraf ini, harus diakui bahwa semuanya tetap berada dalam
perubahan. Dunia yang kedua yaitu dunia idea, dunia yang terdiri dari
idea-idea, dimana tiada perubahan, tiada kejamakan (bahwa yang baik hanya satu,
yang adil hanya satu) dan beraifat kekal.
Hubungan antara kedua dunia itu adalah
bahwa idea-idea dari dunia atas itu hadir dalam benda yang konkrit (seperti
idea manusia berada pada tiap manusia, dan seterusnya) dan bahwa sebaliknya
benda-benda itu berpartisipasi dengan idea-ideanya, artinya mengambil bagian
dari idea-ideanya.
Anggapan Plato tentang dua dunia
menjuruskan juga pendiriannya tentang ’pengenalan’. Menurut Plato ada dua jenis
pengenalan. Di satu pihak ada pengenalan tentang idea-idea. Itulah pengenalan
dalam arti yang sebenarnya. Rasio adalah alat untuk mencapai pengenalan. Dan
ilmu pengetahuan adalah lapangan istimewa dimana pengenalan itu dipraktekkan.
Dengan menerima pengenalan yang bersifat teguh, jelas, dan tidak berubah, Plato
serentak juga menolakrelativisme kaum Sofis. Bagi Protagoras dan pengikutnya
manusia adalah ukuran dalam bidang pengenalan, sedangkan bagi Plato, ukuran itu
adalah idea-idea.Berdasarkan idea-idea itu menjadi mungkin kebenaran yang
mutlak.
Pengenalan yang kedua adalah pengenalan
tentang benda-benda jasmani yang dicapai dengan pancaindera. Plato menamakannya
’doxa’ (opinion atau pendapat). Dengan demikian, Plato dapat mendamaikan ajaran
Herakleitos dan Parmenides. Herakleitos berpendapat bahwa semuanya senantiasa
dalam perubahan sedang pendapat Parmendeis yang berbanding terbalik dengan
Heraklietos.
Dalam Politeia, ia mengatakan bahwa
antara idea-idea terdapat suatu orde atau hirarki. Seluruh hirarki itu memuncak
dengan Idea ’yang baik’. Itulah idea tertinggi yang menyoroti semua idea lain.
2)
Ajaran tentang
Jiwa
Plato menganggap jiwa sebagai pusat
atau intisari kepribadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Plato tidak saja
dipengaruhi oleh Socrates, tetapi juga oleh Orfisme dan mazhab Pythagorian.
Plato berkeyakinan teguh bahwa jiwa manusia bersifat baka. Keyakinan ini
bersangkut paut dengan ajarannya tentang idea-idea. Salah satu argumen penting
adalah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea. Jiwa pun mempunyai
sifat-sifat yang sama seperti terdapat pada idea-idea.
Jiwa dan tubuh dipandang sebagai dua
kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa berada sendiri. Bagiannya
(atau fungsinya) ada tiga yaitu :
·
Bagian rasional
yang dihubungkan dengan kebijaksanaan
·
Bagian kehendak
atau keberanian yang dihubungkan dengan kegagahan
·
Bagian
keinginan atau nafsu yang dihubungkan dengan pengendalian diri
Disamping itu ada lagi keadilan yang tugasnya ialah
keseimbangan antara ketiga bagian jiwa.
Dalam Timaios, Plato
menghidangkan kosmologinya. Disini ia membandingkan jagad raya sebagai
makrocosmos dan manusia sebagai microcosmos.Dengan itu ia mengambil alih suatu
prinsip yang sudah tertanam kuat dalam tradisi Yunani sejak Anaximenes. Seperti
manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, demikianpun dunia merupakan suatu makhluk
hidup yang terdiri dari tubuh dan jiwa. Jiwa dunia diciptakan terlebih dahulu
daripada jiwa-jiwa manusia.
3)
Ajaran Tentang
Etika
Bagi Plato, tujuan hidup manusia ialah
kehidupan yang senang dan bahagia. Manusia harus mengupayakan kesenangan dan
kebahagiaan hidup itu. Menurutnya, kesenangan dan kebahagiaan hidup itu
bukanlah pemuasan hawa nafsu selama hidup di dunia inderawi. Plato konsekuen
dengan ajarannya tentang dua dunia. Karena itu, kesenangan dan kebahagiaan
hidup haruslah dilihat dari hubungan kedua dunia itu.
Sebagaimana yang telah dikemukakan
sebelumnya, dunia yang sesungguhnya bagi Plato ialah dunia ide. Sedangkan
segala sesuatu yang ada di dunia inderawi hanyalah merupakan realitas bayangan.
Selama manusia
berada di dunia inderawi, ia senantiasa rindu untuk naik ke atas, ke dunia ide.
Maka selama ia hidup, ia harus memiliki pengetahuan yang disempurnakan oleh
pengertian yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Ia harus mengupayakan
semaksimal mungkin untuk meraih pengetahuan yang benar, karena hanya orang yang
memiliki pengetahuan yang benar yang disebut bijaksana dan berbudi baik. Pemahaman
lewat pengetahuan yang benar itu akan menuntun mereka yang bijaksana dan
berbudi baik sampai kepada pengenalan akan ide-ide yang merupakan kebenaran
sejati. Mereka akan senantiasa berupaya untuk menghadirkan dunia ide dengan ide
tertingginya yaitu ide kebaikan dan kebajikan di tengah-tengah dunia inderawi.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa
etika Plato adalah etika yang didasarkan pada pengetahuan, sedangkan
pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimiliki lewat dan oleh akal budi, maka
itulah sebabnya etika Plato disebut dengan etika rasional.
4)
Ajaran Tentang
Negara
Filsafat Plato memuncak dalam
uraian-uraiannya mengenai negara yang dilatar belakangi dari pengalaman yang
pahit dalam politik Athena. Menurut Plato ada hubungan erat antara
ajarannya tentang etika dan teorinya tentang negara. Hidup yang baik menuntut
juga negara yang baik.
Selain Politea dan Nomoi
ada karya ketiga lagi, dimana Plato membicarakan persoalan-persoalan yang
bertalian dengan negara. Yaitu dialog yang berjudul Politikos. Dialog
ini terdiri dari sepuluh buku atau bagian. Pokok-pokok yang diselidiki di
dalamnya adalah ’keadilan’.
Plato menunjukkan kecenderungan manusia
sebagai makhluk sosial untuk memenuhi kebutuhannya sehingga diperlukan adanya
’spesialisasi’ (pembagian bidang masing-masing). Secara konsekuen Plato
berpendirian juga bahwa hanya segolongan orang saja harus ditugaskan melakukan
perang untuk keamanan.
Menurut Plato, negara yang ideal terdiri dari tiga
golongan :
1.
Golongan pertama,
penjaga-penjaga yang sebenarnya atau filsuf-filsuf.
2.
Golongan kedua,
pembantu-pembantu atau prajurit-prajurit, mereka ditugaskan menjamin keamanan
negara dan mengawasi supaya warga negara tunduk pada filsuf-filsuf.
3.
Golongan ketiga
terdiri dari petani-petani dan tukang-tukang yang menanggung kehidupan ekonomis
bagi seluruh polis.
Keadilan adalah keutamaan yang
memungkinkan setiap golongan dan setiap warga negara untuk melaksanakan
tugasnya masing-masing. Sebagaimana dalam jiwa, keadilan mengakibatkan bahwa
ketiga bagian jiwa berfungsi dengan seimbang dan selaras.
Plato berpendapat bahwa dalam negara
dimana terdapat Undang-Undang Dasar, bentuk negara yang paling baik adalah
Monarki, bentuk negara yang kurang baik adalah aristokrasi, dan bentuk negara
yang paling buruk adalah demokrasi. Tetapi jika tidak ada Undang-Undang dasar
harus dikatakan sebaliknya. Maksudnya adalah bahwa dalam negara dimana tidak
ada undang-undang, demokrasi itu dapat menghindarkan adanya kekuasaan negara
yang disalah gunakan.
Plato merupakan salah satu tokoh
filsafat (filsuf) yang sangat berpengaruh. Hasil pemikirannya memberi peran
yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan hingga sekarang.
Ajaran-ajaran Plato antara lain mengenai idea, jiwa, etika, negara, dan
lain-lain. Plato adalah murid Socrates dan juga guru dari Aristoteles yang
mengajarkan tentang idea yang bersifat objektif, dimana idea kebaikan dan
kebajikan adalah idea yang tertinggi.
Puncak karya filsafatnya adalah
mengenai ajarannya tentang negara. Secara umum ajarannya tentang negara yang
ideal terdiri dari tiga golongan yaitu :
1.
Golongan yang
tertinggi, yang terdiri dari orang-orang yang memerintah yang disebut penjaga
yang sebaiknya terdiri dari orang bijak (filsuf). Kebajikan golongan ini adalah
kebijaksanaan.
2.
Golongan
pembantu, yaitu para prajurit yang bertujuan menjaga keamanan dan menjamin
ketaatan warga negara untuk taat kepada para pemimpin (penjaga). Kebajikan mereka
adalah keberanian.
3.
Golongan
terendah, yang terdiri dari rakyat biasa, para petani dan tukang serta para
pedagang yang harus menanggung hidup ekonomi negara. Kebajikan mereka adalah
pengendalian diri.
Mohammad
Hatta mengatakan bahwa seorang filosof menulis tentang plato sebagai berikut,
“plato pandai berbuat, ia dapat belajar seperti solon dan mengajar seperti
Socrates. Ia pandai mendidik pemuda yang ingin belajar dan dapat memikat hati
dan perhatian sahabat-sahabat pada dirinya. Murid-muridnya begitu sayang
kepadanya seperti ia sayang kepadanya seperti ia sayang kepada mereka. Dia itu
bagi mereka adalah sahabat, guru, dan penuntun. Plato tak pernah kawin dan
tidak punya anak. Kemenakannya speusippos menggantikannya mengurus academia.
Tulisan plato hampir rata-rata berbentuk dialog. Jumlahnya tidak kurang dari 34
buah. Belum lagi tulisan-tulisannya yang berupa surat dan puisi. Yang sukar
ditentukan adalah waktu dikarangnya. Semua tulisannya dalam masa lebih dari
setengah abad.
Mohammad
hatta mengatakan bahwa ada dua pendapat yang terkemuka tentang cara memahamkan
buah tangan plato yang sebanyak itu. Yang pertama cara metodik yang dikemukakan
oleh FR. Schleier dalam kata pendahuluan bukunya, yang berisikan terjemahan
dialog-dialog plato kedalam bahasa jerman (1804-1810 dan 1828). Yang kedua cara
genetic, mengikuti perkembangan, yang dikemukakan oleh carl friendrich hermen
dalam bukunya tentang sejarah dan system filosofi plato, terbit pada tahun
1839.
Schleiermacher
mengatakan bahwa ketegasan plato tidak dapat diketahui dari tulisannya saja.
Bagian yang terbesar dari pendapatnya dikemukakannya waktu mengajarkan
filsafat. Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah ialah bahwa ajaran yang
dibentangkannya kepada pembaca sudah dipahaminya secara mendalam. Jadi, cara
dia mengajarkan itu berdasarkan atas suatu rencana metodik. Mula-mula
disiapkannya pembacanya dengan pengetahuan elementer. Kemudian, diajaklah
pembacanya memikirkan hal-hal itu seterusnya dengan jalan dialektik, sampai
akhirnya pikirannya matang tentang masalah itu. Dalam tulisan-tulisannya yang
konstruktif.
Herman
tidak begitu pendapatnya. Ia mengatakan bahwa dari tulisan-tulisan plato dapat
diikuti perkembangan pemikirannya sendiri. Ia bermula dengan yang kecil dan
maju sampai yang besar. Akan tetapi, betapapun berbeda pendirian tentang
menangkap buah pikiran plato dan tentang menentukan urutan tulisan dialognya,
segala yang ditulisnya itu dapat ditempatkan dalam empat masa dan tiap-tiap
masa mempunyai karakteristik sendiri.
SUMBER
Rapar J. H. Filsafat Politik Plato
Salam Burhanuddin. Pengantar Filsafat. Jakarta:
Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar