Aristoteles, seorang filosof dan ilmuwan terbesar dalam dunia masa
lampau, yang memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir
tiap cabang falsafat dan memberi sumbangan-sumbangan besar terhadap ilmu
pengetahuan. Pendapat Aristoteles, alam semesta tidaklah dikendalikan
oleh serba kebetulan, oleh keinginan atau kehendak dewa yang terduga,
melainkan tingkah laku alam semesta itu tunduk pada hukum-hukum
rasional. Kepercayaan ini menurut Aristoteles diperlukan bagi manusia
untuk mempertanyakan setiap aspek dunia alamiah secara sistematis, dan
kita harus memanfaatkan pengamatan empiris, dan alasan-alasan yang
logis sebelum mengambil keputusan.
Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar
pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran – kebenaran tertinggi.
Francis Bacon mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum
Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan
pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika
Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang
mengatasi batas pengalaman.
Leibniz menganjurkan penggantian pernyataan dengan symbol-simbol agar
lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga
Leonhard Euler, seorang ahli matematika dan logika swiss melakukan
pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran
untuk melukiskan hubungan antar term yang terkenal dengan sebutan
sirkel-Euler.
John Stuart Mill mempertemukan system induksi dengan system deduksi.
Setiap pangkal pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan
sebaliknya memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil
eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan bagian yang saling
terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu.
Thales (624 SM – 548 SM), filsuf Yunani
pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita
isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia
alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang
berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah
mengenalkan logika induktif.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
Air jugalah uap
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM–347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.
Poespoprojo menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
aktivitas berpikir yang menyelidiki pengetahuan yang berasal dari
pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman sesitivo-rasional, fakta,
objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami.
Logika bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu
penalaran/pemikiran/penyimpulan tentang suatu hal. Poespoprojo
menjelaskan tentang pikiran dan jalan pikiran dengan alur logika dan
sistematika yang merupakan alur pikiran algoritmik sementara Olson
menekankan pada pemecahan masalah lewat gagasan-gagasan yang diperoleh
dengan jalan yang unik. Namun tetap berlandaskan pada sistematika dan
logika
Olson tidak menerangkan definisi pemikiran dalam konteks logika namun
menjelaskan pikiran dalam konteks kreativitas. Pembahasannya ditekankan
pada bahasan mengenai pemecahan masalah dengan menempuh ‘jalan’ yang
tidak biasa. Olson menggunakan aspek-aspek di luar pembahasan logika dan
ilmu menalar yang hampir bisa disebut dengan logika transendental.
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi
Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan
menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang
konsisten.
Euklides melakukan hal yang sama untuk dasar-dasar geoemetri;
Archimides untuk dasar-dasar mekanika; Ptolomeus dari Alexandria
kemudian menemukan astronomi dan geografi; dan Galen untuk anatomi.
Hegel, seorang tokoh dari sekolah filsafat idealis (borjuis) di
Jerman, adalah seorang guru besar yang pertama kali mentransformasikan
ilmu logika, seperti di sebutkan oleh Marx: “bentuk-bentuk umum gerakan
dialektika yang memiliki cara yang komprehensif dan sadar sepenuhnya.”
Petrus Hispanus menyususn pelajaran logika berbentuk sajak. Petrus
inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk system
penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam
sebuah sajak. Kumpulan sajak Petrus mengenai logika ini bernama
Summulae.
Francis Bacon melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan
menganjurkan penggunaan system induksa secara lebih luas. Serangan Bacon
terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan
di barat. Sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan pada system
induksi.
Cristian Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran
Leibniz, namun di samping itu ia juga cukup gigih mengembangkan
logika-matematik system filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan
pengetahuan dengan mempergunakan sarana metode deduktif seperti yang
dipakai dalam matematik.
Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu
logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi
Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan
menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang
konsisten.
Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika
ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang
sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306
M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru
dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai
pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan
zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut
dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua,
menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan
karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi
komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru
sehingga menjadi delapan bagian.
John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari
Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal
sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan
hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk
melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan
predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
- Chares Sanders Peirce (1839–1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi
logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil
Peirce (Peirce’s Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai
tanda (general theory of signs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar