Pendahuluan
Immanuel Kant memulai filsafatnya dengan menyelidiki
batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Isi utama dari
kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan
estetik. Setelah Kant mengadakan
penyelidikan (Kritik) terhadap pengetahuan akal, setelah itu, manusia terasa
bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan /peradaban
manusia.
Immanuel
kant mengkritik empirisme, ia berpendapat bahwa empirisme harus dilandasi
dengan teori- teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses
epistomologi, itu merupakan penjelasan melalui bukunya yang berjudul critique
of pure reason (kritik atas rasio murni), selain karyanya tersebut Immanuel
kant juga menulis buku yang menyatakan filsafat kritisisme yaitu adalah Critique
of Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis) yang terakhir adalah Critique
of Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan )
1. Critique
of Pure Reason (Kritik atas Rasio Murni)
Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa
untuk mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsure a
priori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala
pengalaman (seperti misalnya “ide-ide bawaan” ala Descraes). Empirisme
menekankan unsur-unsur aposteriori berarti unsure-unsur yang berasal
dari pengalaman (seperti Locke yang menganggap rasio sebagai “lembaran putih”).
Menurut Kant baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia
berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara
unsure-unsur a priori dengan unsure unsure aposteriori.
Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume, empirisme yang
bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang
dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu
mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan
alam yang dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan
berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 C selalu begitu
dan begitu dan begitulah dimana-mana.
Arti penting buku pertama 800 halaman yang berjudul Critique
of Pure Reason adalah hendak menyelamatkan sains dan agama. Mula-mula sains
itu dibuktikan absolute bila dasarnya A-Priori ; ia berhasil disini. Kemudian
ia membatasi keabsolutan sains tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf.
Sains hanya mengetahui penampakan obyek. Bila sains maju selangkah lagi, ia
akan terjerumus ke dalam antinomy. Jadi sains dapat dipegang, tetapi
sebatas penampakan obyek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan.
Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus noumena,
tidak mampu juga menembus obyek-obyek keyakinan. Obyek-obyek ini, yaitu obyek
keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala
praktis. Jadi agama telah di selamatkan.
Adapun
Inti dari isi buku yang berjudul Kritik atas Rasio
Murni adalah sebagai berikut:
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b. Tuhan yang sesungguhnya
adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang di cita-citakan. Akal
praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal teoritis.
c. Agama dalam ikatan
akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi.
2. Critique of
Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis)
Rasio murni yang dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang
dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi, disamping rasio murni terdapat
rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan;
atau dengan lain kata, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita.
Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang
disebutnya sebagai imperative kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga
hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya
dituntut. Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis.
KetIga postulat dimaksud itu ialah:
1. Kebebasan kehendak
2. Inmoralitas jiwa, dan
3. Adanya Allah
Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus
diandaikan atas dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak,
immoralitas jiwa, dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan
teoritas. Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias
kepercayaan. Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas
Yesus Kristus dengan penemuan filsafatnya.
Dalam
kritiknya antara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat
umum, mutlak dan pengertian baru. Untuk itu ia membedakan tiga aspek putusan.
Pertama, putusan analitis a priori, dimana predikat tidak menambah sesuatu yang
baru pada subyek, karena termasuk di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati
ruang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan misalnya meja
itu bagus disini predikat dihubungkan dengan subyek berdasakan pengalaman
indrawi. Ketiga , putusan sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber
pengetahuan kendati bersifat sintesis, tetapi bersifat apriori juga, misalnya,
putusan yang berbunyi segala kejadian mempunyai sebab
3. 3. Critique of Judgment (
Kritik Atas Pertimbangan )
Kritik ketiga dari Kant atas rasionalisme dan empirisme
adalah sebagaimana dalam karyanya Critique of Judgment. Sebagai
konsekuensi dari “Kritik atas Rasio Umum ” dan “Kritik atas Rasio Praktis”
ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak, di
bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud
kritik der unteilskraft ialah mengerti kedua persesuaian kedua
lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
Finalitas
bisa besifat subyektif dan obyektif. Kalau finalitas bersifat subyektif,
manusia mengarahkan obyek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi di
dalam pengalaman estetis (seni). Dengan finalitas yang bersifat obyektif
dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda dari benda-benda alam.
Adapun Inti dari Critique
of Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:
a. Kritik atas
pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman.
b. Kehendak cernderung menuju
yang baik, kebenaran adalah objek dari pemahaman.
c. Pertimbangan yang
terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d. Estetika adalah cirinya
tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar subjektif.
e. Teologi adalah teori
tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan kesenangan
dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat
dari pengalaman).
Kritisisme
Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian
keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu.
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak
dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan
rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar
untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan
pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar
melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional,
sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir
aliran baru yakni rasionalisme empiris.
SUMBER
http://mathnewblog.blogspot.co.id/2015/10/tugas-filsafat-pendidikan-kritisisme.html. Diakses pada tanggal 26 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar