Senin, 21 November 2016

Open-ended: Teori Pendukung Pendekatan Open Ended



Pendekatan open-ended sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas belajar siswa dalam pemecahan masalah memiliki beberapa pijakan teori belajar, diantaranya:
1.      Teori Belajar Kognitif
Pada proses pembelajaran teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar merupakan suatu aktifitas yang berkaitan dengan penataan informasi dan reorganisasi perseptual yang berlangsung dalam proses internal.
Menurut Piaget, pada umumnya seorang siswa akan memperoleh kecakapan intelektual melalui proses pencarian keseimbangan antara apa yang mereka ketahui dan mereka rasakan dengan dengan apa yang mereka lihat pada situasi baru sebagai suatu pengalaman atau permasalahan. Apabila siswa mampu mengatasi permasalan pada situasi baru tersebut, maka keseimbangan mereka tidak akan terganggu, dan jika tidak maka ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Pendapat lain dari Piaget (Sagala, 2006) bahwa terdapat dua proses yang terjadi dalam perkembangan kognitif siswa, yaitu asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi bisa diartikan sebagai proses penyesuaian informasi baru dengan apa yang telah diketahui, sedangkan dalam proses akomodasi siswa membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga memunculkan pengetahuan baru yang lebih berkembang.  
Menurut Bruner, Pembelajaran harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Proses belajar akan berjalan dengan baik jika guru mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan kegiatan yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Gagasan yang dikembangkan oleh Ausubel inilah yang kemudian kita kenal dengan proses pembelajaran yang bermakna.

2.      Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan orang lain tinggal menerimanya, tetapi pengetahuan lebih diartikan sebagai suatu pembentukan kognitif oleh siswa terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila siswa belajar secara kooperatif dalam suasana dan lingkungan yang mendukung, serta adanya bimbingan seseorang guru atau orang yang lebih mampu lainnya

Open-ended: Sejarah Pendekatan Open-Ended



Sejarah mengenai pendekatan open-ended yang disajikan berikut ini dikembangkan berdasarkan tulisan Becker dan Shimada (1997) berjudul The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Antara tahun 1971 dan 1976 para ahli pendidikan matematika Negara Jepang melakukan serangkaian penelitian yang berfokus pada pengembangan metode evaluasi untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pendidikan matematika. Rangkaian penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Studi pengembangan metoda evaluasi dalam pendidikan matematika, tahun 1971.
2.       Studi pengembangan metoda evaluasi dan analisis pengaruh faktor-faktor belajar dalam pendidikan matematika, tahun 1972-1973
3.       Studi pengembangan metoda evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam keterampilan berpikir matematik tingkat tinggi, tahun 1974-1976.


Ada tiga jenis soal, yaitu:
  1. Close Taks (pertanyaan tertutup) yaitu soal yang mempunyai satu jawaban benar dengan satu cara penyelesaian.
  2. Open Middle Taks (pertanyaan setengah terbuka) yaitu soal yang mempunyai satu jawaban benar dengan banyak cara penyelesaian.
  3. Open-ended Taks (pertanyaan terbuka terselesaikan) yaitu soal yang mempunyai satu jawaban dengan banyak cara penyelesaian.
Pendekatan open-ended merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir bebas dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai dengan cara mereka sendiri. Menurut Shimada (Zahrotusshobah,2010), pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki kebenaran penyelesaian masalah lebih dari satu, sehingga dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah melalui barbagai cara yang berbeda.

Menurut Suryadi (Ali, dkk., 2007) masalah yang diformulasikan sedemikian hingga memungkinkan variasi jawaban benar baik dari aspek cara maupun hasilnya disebut masalah open-ended. Ketika siswa dihadapkan dengan suatu masalah yang menuntut mereka untuk mengembangkan metode dan cara berbeda dalam upaya memperoleh jawaban yang benar, maka sebenarnya mereka dihadapkan dengan sebuah masalah yang bersifat open-ended. Siswa tidak hanya menentukan jawaban yang benar atas soal permasalahan yang diberikan, melainkan mereka dituntut juga untuk menjelaskan bagaimana caranya sampai pada jawaban yang benar tersebut. Masalah yang bisa diangkat sebagai materi pembelajaran dapat diperoleh dari masalah yang terdapat pada kehidupan sehari-hari atau masalah-masalah yang dapat dipahami oleh pikiran siswa. Melalui masalah itu siswa akan dibawa kepada konsep matematika melalui reinvetionatau melalui discovery.

Menurut Nohda (Kusmiyati, 2007) bahwa tujuan belajaran open-ended yaitu membawa siswa lebih mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematisnya melalui problem solving secara simultan. Penggunaan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran matematika itu sendiri melalui pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak luput dari yang namanya masalah. Masalah sangat beragam jenisnya tergantung pada sudut pandang seseorang menyikapi masalah tersebut. Setiap masalah harus tahu bagaimana cara penyelesaiaannya Untuk memecahkan masalah diperlukan beberapa informasi atau data yang bisa menjadi indikator dari permasalahan tersebut. 

Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama



Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama berada di wilayah Banten Lama, Serang, berjarak hanya beberapa puluh meter dari  Masjid Agung Banten, berseberangan dengan reruntuhan Istana Surosowan. Itu karena kunci gembok  pagar masuk ke reruntuhan disimpan oleh petugas museum ini. Tempat yang digunakan oleh Museum Situs Kepurbakalaan  Banten Lama berupa bangunan segi empat satu lantai dengan halaman sangat luas. Di halaman depan museum, agak ke sebelah kanan, terdapat cungkup kecil yang di dalamnya dipajang koleksi meriam kuno yang dikenal dengan nama Meriam Ki Amuk.
Museum Situs  Kepurbakalaan Banten Lama berdiri di atas tanah seluas 10.000 m2, sedangkan luas bangunannya hanya 778 m2. Museum didirikan pada 1984, dan peresmiannya dilakukan pada 15 Juli 1985 oleh Prof. Dr. Haryati Soebadjio, Dirjen Kebudayaan waktu itu. Selain benda arkeologis, museum ini juga menyimpan mata uang lama, peninggalan etnik, serta keramik.
Dari sekian banyak benda-benda purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5 kelompok besar.
  • Arkeologika, benda-benda yang digolongkan dalam kategori ini adalah Arca, Gerabah, Atap, Lesung Batu, dll.
  • Numismatika, koleksi bendanya berupa Mata Uang, baik Mata Uang lokal maupun Mata Uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
  • Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur Rumah Adat Suku Baduy dan berbagai macam Senjata Tradisional dan juga senjata peninggalan Kolonial seperti Tombak, Keris, Golok, Meriam, Pistol, dll.
  • Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam Keramik. Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat seperti Burma, Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Tidak ketinggaln pula keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.
  • Seni rupa, yang termasuk didalamnya adalah benda-benda seni seperti Lukisan atau Sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah lukisan hasil reproduksi.
Selain, menyimpan benda-benda koleksi kepurbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua Artefak yang disimpan di halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, yaitu artefak Meriam Ki Amuk dan juga alat penggilingan Lada. Yang paling terkenal adalah Meriam Ki Amuk, meriam yang terbuat dari tembaga dengan tulisan arab yang panjangnya sekitar 2,5 meter ini merupakan bantuan dari Ottoman Turki. Konon Meriam Ki Amuk memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat ini tersimpan di halaman belakang Museum Fatahillah Jakarta. Sedangkan alat penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada zaman dahulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang ke Banten, salah satunya ingin menguasai produksi lada.
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama selain dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan benda cagar budaya bergerak (movable artifact) hasil penelitian yang berasal dari Banten Lama dan sekitarnya, dapat juga dimanfaatkan sebagai media atau sarana yang bersikap rekreatif ilmu pengetahuan dan sebagai sumber inspirasi. Pendirian museum ini didasari karena adanya potensi budaya yang pernah hidup dan berkembang di wilayah Banten. Oleh karena itu cakupan koleksi yang dihimpun adalah benda-benda yang memberikan gambaran tentang sejarah alam dan budaya yang berkembang sejak masa prasejarah hingga yang masih hidup sampai sekarang.

Masjid Agung Banten Lama



Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari bentuk menaranya yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati. Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di desa Banten, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang.
Masjid Agung Banten dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Banten yang juga putra pertama Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon. Masjid Agung Banten termasuk salam wilayah Desa Kasemen, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Jawa Barat. Bangunan masjid berbatasan dengan perkampungan si sebelah utara, barat, dan selatan, alun-alun di sebelah timur, dan benteng/keratin Surosowan di sebelah tenggara. Masjid Agung Banten dirancang oleh 3 arsitek dari latar belakang yang berbeda. Yang Pertama adalah Raden Sepat, Arsitek Majapahit yang telah berjasa merancang Masjid Agung Demak, Masjid Agung Ciptarasa Cirebon dan Masjid Agung Banten. Arsitek kedua adalah arsitek China bernama Cek Ban Su ambil bagian dalam merancang masjid ini dan memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid bersusun 5 mirip layaknya pagoda China. Karena jasanya dalam membangun masjid itu Cek Ban Su memperoleh gelar Pangeran Adiguna. Lalu arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel, arsitek Belanda yang kabur dari Batavia menuju Banten di masa pemerintahan Sultan Haji tahun 1620, dalam status mualaf dia merancang menara masjid serta bangunan tiyamah di komplek masjid agung Banten. Karena jasanya tersebut, Cardeel kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.
Keadaan masjid sampai saat ini masih terawatt dan di kelola oleh yayasan yang dipimpin oleh H. Tubagus Wasi Abbas. Masjid Agung Banten telah mengalami delapan kali pemugaran yang berlangsung dari tahun 1923 sampai 1987. Pada tahun 1923, dilaksanakan pemugaran oleh Dinas Purbakala, dan tahun 1930 dilakukan penggantian tiang-tiang kayu yang rapuh.
Tahun 1945, Residen Banten, Tubagus Chotib, bersama masyarakat melaksanakan perbaikan atap cungkup penghubung di kompleks pemakaman utara, kemudian tahun 1966/1967 Dinas Purbakala memugar menara masjid. Pada tahun 1969 Korem 064, Maulana Yusuf memperbaiki bagian yang rusak antara lain pemasangan eternity langit-langit. Tahun 1970 dilaksanakan pemugaran serambi timur dengan dana dari Yayasan Kur’an. Pertamina pernah memugar kompleks masjid dengan kegiatan mengganti lantai ruang utama, pembuatan pagar tembok keliling kompleks dengan lima gapura. Tahun 1987, dilaksanakan penggantian lantai serambi pemakaman utara dan cungkup makam sultah Hasanudin dengan marmer.
Masjid agung banten merupakan bagian dari kesatuan integral ibukota kerajaan islam banten. Masjid ini merupakan sebuah kompleks bangunan yang terletak disebelah barat alun-alun kota kerajaan, terdri dari bangunan utama, tiamah, menara dan pemakaman. Bangunan utama masjid agung banten ini didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin (1552-1570), raja pertama yang memerintah di kesultanan Banten. Bangunan utama masjid memiliki rancang bangun tradisional, merupakan inti atau daerah sakral dari kompleks masjid seperti bangunan masjid kuno lainnya, bangunan masjid agung banten memiliki ciri-ciri sebagai masjid kuno jawa.