Dalam pembelajaran matematika selama ini, siswa lebih
cenderung mahir menyelesaikan soal-soal matematika ketika di dalam kelas.
Soal-soal matematika yang diselesaikan pun berkisar pada keterampilan berhitung
saja. Jarang sekali soal yang berorientasi pada pemecahan masalah dalam
kehidupan nyata. Akibatnya, siswa tidak memahami secara utuh konsep-konsep
matematika, dan siswa mengalami kesulitan ketika dituntut mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Salah
satu nilai matematika yang diajarkan di sekolah yang terpenting adalah kegunaannya
dalam kehidupan riil. Dengan menunjukkan keterkaitan matematika dengan
kejadian-kejadian dalam dunia nyata, maka matematika akan dirasakan lebih
bermanfaat. Oleh karena itu, salah satu sasaran pembelajaran matematika di
sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan matematika yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan
motivasi siswa untuk belajar Matematika lebih giat.
Apabila
kemampuan siswa masih di seputar bagaimana melakukan perhitungan yang benar,
bagaimana menyelesaikan soal-soal yang diujikan dalam ujian nasional (UN) yang
tentunya didominasi dengan pertanyaan seputar perhitungan dan prosedural
ansich, dan yang lebih parah kemampuan matematika siswa hanya didasarkan atas
hasil akhir dalam lembar jawaban, maka harapan akan meningkatnya kualitas dan
mutu kemampuan siswa di bidang matematika horisonal nampaknya masih harus
berjuang keras untuk dapat terwujud. Pembelajaran matematika yang tidak membumi
seperti ini tidak akan cukup untuk membawa generasi bangsa dalam menjawab
tantangan dan persaingan global.
Terkait hal ini, Ipung Yuwono (2005:1) menawarkan model
pembelajaran matematika secara membumi (PMB). Model ini diilhami karena selama
ini, pembelajaran matematika banyak dipengaruhi oleh pandangan yang menganggap
matematika sebagai alat bantu untuk pengetahuan lainnya yang mengakibatkan pola
pembelajaran matematika menjadi terpusat pada guru. Guru yang baik adalah guru
yang banyak menjelaskan konsep atau algoritma dengan gamblang dan memberikan
cara penyelesaian soal-soal dengan cara singkat dan cepat. Proses untuk
mendapatkan konsep atau rumus tidak penting, yang utama adalah siswa dapat
memperoleh hasil akhir dengan tepat. Pembelajaran demikian lebih menekankan
pada “mindless drill” lebih mementingkan keterampilan prosedural dan
meminggirkan pemahaman konsep.
Pembelajaran matematika secara membumi (PMB) yang digagas
Yuwono (2005) merupakan desain pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme
dan mengurangi beberapa kelemahan yang ada dalam pembelajaran yang mengacu pada
konstruktivisme. Bentuk modifikasi adalah dengan menambahkan satu langkah pada
empat langkah pembelajaran matematika yang mengacu pada pembelajaran matematika
realistik. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai
berikut: 1) Memahami masalah kontekstual, 2) Menyelesaikan masalah
konstekstual, 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan 4) Menyimpulkan.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dalam
pembelajaran matematika secara membumi (PMB) adalah sama dengan langkah pada
pembelajaran matematika realistik, namun masih ditambah lagi satu langkah
kelima, yakni latihan keterampilan prosedural. Keterampilan prosedural ini
dimaksudkan sebagai latihan siswa untuk menginternalisasikan rumus atau algoritma
yang diperoleh pada saat pematematikaan vertikal. Dalam PMB, keterampilan
prosedural ini diberikan setelah konsep didapat oleh siswa dan juga diwujudkan
dalam bentuk tugas rumah yang berupa latihan mengerjakan soal-soal yang telah
menjadi rutinitas siswa (Yuwono, 2005).
Dengan demikian, jika pembelajaran
matematika dilakukan dengan pendekatan matematika realistik yang ditambahn
dengan latihan keterampilan prosedural, maka diharapkan dapat memberikan dampak
positif. Dampak positif yang dimaksud adalah berorientasi ganda, yakni memahami
matematika secara konsep, memiliki kemampuan untuk bernalar dan pemecahan
masalah dan memiliki keterampilan prosedural.
Contoh:
Ada beberapa ekor kambing
dan beberapa kandangnya. Jika 1 kambing untuk setiap kandang, maka sisanya ada
1 kambing. Jika satu kandang 2 kambing, maka akan tersisa 1 kandang kosong.
Berapa banyaknya kambing dan berapa banyaknya kandang?
Ini adalh contoh yang akan membuat pola
fikir siswa mampu berkembang. Kerena dalam soal ini siswa dituntut untuk
menterjemahkan kata-kata tersebut dalam bahasa matematika.
Sumber:
Turmudi. 2008. Landasan filsafat dan teori pembelajaran mtatematika. Leuser Cipta
Pustaka: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar