Perennialisme
berarti “abadi” seperti bunga perennial yang muncul dari tahun ke tahun. Dengan
anggapan bahwa gagasan yang telah bertahan selama berabad-abad masih relevan
seperti gagasan itu pertama kali di konsepsikan dan gagasan ini seharusnya
menjadi fokus pendidikan. Akar-akar dari perennialisme tertanam dalam filsafat
Plato dan Aristoteles, berikut dalam filsafat St. Thomas Aquinas (Itali ; Abad
ke-13). Secara umum kaum perennialisme di bagi menjadi dua kelompok : mereke
yang mendukung pendeekatan keagamaan kepada pendidikan di pelopori oleh
Aquinas, dan para pengikut pendekatan sekuler (Amerika ; Abad ke-20) oleh
Robert Hutchins dan Mortimer Adler. Aliran perennialisme berupaya untuk
membangun kemampuan bernalar dan memendang pelatihan sebagai perkembangan
daya-daya rasional.
·
Kesamaan-kesamaan dengan Esensialisme
Hutchins
dan Adler memandang perennialisme diperlukan untuk esensialisme sehingga
menurut mereka banyak kesamaan. Keduanya memiliki tujuan membangun. Pertama,
kekuatan-kekuatan intelektual semua
siswa. Kedua, kualitas-kualitas moral. Selain itu, keduanya mendukung ruang
kelas yang berpusat pada guru. Untuk mencapai tujuan tersebut guru tidak
membiarkan minat atau pengalaman para siswanya di pendam saja melainkan
menerapkan teknik-teknik kreatif dan metode-metode yang benar yang di yakini
kondusif untuk kedisiplinan pikiran-pikiran para siswa. Pada tahun 1982
kurikulum dalam program paideia dipublikasikan. Mortimer Alder merekomendasikan
kurikulum tunggal untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah dalam kasus
kekurangan pendidikan. Mereka berpendapat bahwa kita berfikir yang seharusnya
lebih mementingkan yang susah/sulit dari pada yang mudah, agar kita terbiasa
menggunakan keterampilan bernalar dalam menyelesaikannya
·
Perbedaan-perbedaan esensialisme
Esensialisme
berakar pada suatu waktu/tempat tertentu berbanding terbalik dengan
perennialisme. Esensialisme sangat mencolok pada nilai eksperimentasi
ilmiah/sainsuntuk memperoleh pengetahuan, tidak demikian halnya dengan
perennialisme. Esensialisme menyatakan bahwa dunia nyata adalah dunia yang kita
alami, sedangkan perennialisme lebih terbuka pada gagasan bahwa bentuk
spiritual universal (seperti yang dikemukakan oleh Plato). Dalam kurikulum
perennialisme berupaya membantu siswa memahami gagasan-gagasan dari wawasan
untuk memahami kondisi manusiawi. Perennialisme menekankan dalam mengajarkan
siswa agar menggunakan konsep-konsep dan menjelaskannya untuk dapat lebih
bemakna bagi siswa. Kaun perrennialisme lebih peduli dan berminat mengajar
kepada siswa tentang konsep missal konsep teknologi komputer, dari pada kaum esensialisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar