Selain Banten berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah
kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh
daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa
pemerintahan raja Panembahan Yusuf. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad,
perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai
daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan
Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang
mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan
serangan ke Palembang.
Dengan dikuasainya
pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka
kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai
kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya Banten
menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab,
Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda. Belanda pada awalnya datang ke
Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka
para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di
Jayakarta.
Selain mendirikan benteng
di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia
tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan
Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan
tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng
Tirtayasa sangat anti kepada VOC.
Dalam rangka menghadapi
Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan
perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda
menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng
Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera)
antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik
adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda
dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji,
yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji.
Dengan kemenangan Sultan
Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai
meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka
Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani
perjanjian dengan VOC tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan
merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan
bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat
terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena
VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten
sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar